Thursday, December 12, 2013

Become a Real Family – Afshin Javid – Minggu, 08 Desember 2013

Minggu, 08 Desember 2013
Become a Real Family
Afshin Javid

Luk 15: 11-32
Di masa itu tidak ada bank, sehingga Ayah harus menjual property dan ternak, sebelum bisa serahkan bagian warisan pada si bungsu. Maka hari berikutnya si bungsu masih makan semeja di rumah ayahnya. Normalnya suasana rumah dan hati si ayah akan berubah, karena si bungsu meminta warisan pada ayahnya, sekalipun ayahnyanya masih sehat dan jauh dari kematian.

Si ayah tetap memperlakukan anaknya dengan baik seperti sebelum si bungsu meminta warisannya, karena diceritakan di kisah bahwa si bungsu masih tinggal beberapa hari di rumah ayahnya. Si ayah masih mengasihi anaknya sama seperti sebelum ia minta warisan. Hati sang ayah tidak berubah.

Beberapa hari kemudian .... “ (Luk 15: 13a)

Si bungsu kemudian meninggalkan rumah, lalu menghabiskan semua hartanya. Saat harta habis, duduk dekat babi, baru si bungsu sadar betapa baiknya ayahnya. Bahkan si ayah bersikap baik kepada hamba-hambanya. Si bungsu menyesali kesalahannya, dan pulang dengan rasa malu.

Sang ayah harus pergi keluar rumah untuk menyongsong anak bungsu dan membawanya masuk. Sang ayah juga harus keluar rumah untuk menemui si sulung dan mengajaknya masuk.

Keluarga ini punya masalah besar. Saat bungsu meminta warisan, dia berpesta setiap hari dan tidak pernah mengundang kakaknya. Si sulung menginginkan seekor kambing untuk berpesta dengan teman-temannya tanpa mengundang si bungsu.

Luk 15: 31-32 – Sang ayah ingin kedua anaknya tahu bahwa warisan yang ingin dia tinggalkan bukanlah tanah, ternak, tetapi adiknya, yaitu keluarga. Warisan terbesar kita adalah
keluarga.

Sang ayah tidak mencari saat si bungsu meninggalkan rumah, karena itu bukan tugasnya, tapi tugas seorang saudara. Dalam kisah Kain dan Habel Tuhan bertanya keberadaan Habel pada Kain. Roh Kudus juga tanyakan hal itu kepada kita: apaka kita penjaga saudara-saudara kita ?


Setiap keluarga yang percaya Tuhan otomatis adalah gereja. Tetapi tidak semua gereja merasa, berperilaku, mengasihi, menerima seperti keluarga.

Dalam kisah “anak yang hilang” Tuhan juga bercerita tentang diriNya sendiri:
Tuhan adalah Bapa yang punya 2 putra: Yesus yang sulung, dan yang bungsu adalah Adam. Dengan memakan buah pengetahuan, maka Adam mengambil warisannya. Adam mendapatkan kerajaan dunia, tapi kehilangan kehadiran ayahnya. Adam berkeliling di bumi dan menghabiskan warisan Bapa. Manusia selama ini memboroskan sumber daya bumi dan menghabiskan semua warisan kita.

In the beginning was the Word, and the Word was with God, and the Word was God. (Yoh 1:1, KJV)

Kata “with” gambarannya seperti sepasang kekasih yang saling berpandangan tanpa berkedip. Artinya ada hubungan/ relasi kasih yang sangat dekat antara Yesus dan Bapa. Yesus melihat dan merasakan sakit di hati Bapa yang belum ada sebelum penciptaan Adam. Bapa rindu pada Adam dan semua keturunannya.

Kemudian Yesus melepaskan semua warisan, kemuliaan, predikatNya, dan turun ke dunia untuk mencari adiknya dan membawanya pulang. Yesus mau tunjukkan bahwa kasih Bapa begitu besar, dan di rumah Bapa ada ruangan-ruangan bagi manusia.

Yesus terpisah dari Bapa, korbankan segalanya, supaya kita dipertemukan kembali pada Bapa.

Kakak sulung kita yang di Surga rela kehilangan segala-galanya supaya adik bisa pulang. Apakah kita jenis orang-orang seperti itu?

Sebelum kita menjadi satu keluarga, kita tidak punya otoritas untuk berdoa “Bapa kami”. Kita bisa memanggil Tuhan sebagai Juru Penyelamat, Tuhan Maha Kuasa, atau sebutan lain, tapi untuk memanggil Bapa, kita harus memperlakukan anak Tuhan lain sebagai saudara:
  • Saudara tidak saling menyimpan dendam.
  • Saudara saling mengetahui kelemahan masing-masing.
  • Saudara saling membela.
  • Saudara bertumbuh bersama-sama.
  • Saudara tidak terpisah.
  • Saudara saling menghibur dan menguatkan yang lemah.
  • Saudara mengorbankan reputasi supaya saudara lain yang sakit bisa disembuhkan.

Kita masing-masing punya ayah, ibu, dan saudara-saudara, dan masing-masing punya kelemahan-kelemahan yang hanya diketahui anggota keluarga. Dan kita masing-masing tahu kesalahan-kesalahan mereka lebih dari orang lain.

Dalam gereja, gembala kita adalah ayah kita. Pastikan bahwa kita tidak menghakimi gembala kita. Gembala kita tidak sempurna, tapi dialah ayah yang Bapa surgawi berikan bagi kita. Jika kita menghakimi gembala kita, kita jadi tanpa bapa (
fatherless).

Saat kita menghakimi seseorang, kita akan kehilangan memutuskan hubungan/ relasi

Saat kita menghakimi ayah kita, maka akan lebih mudah bagi kita untuk menghakimi saudara, pasangan, anak, tetangga, kota, negara, dunia.

Yesus tidak datang untuk menghakimi dunia, tapi untuk melayani dan membawa kasih.

Saat kita menghakimi, kita tidak lagi membawa Injil. Tapi justru menjadi seperti si penuduh yang mendakwa dan menghakimi setiap orang lain.

Kita harus rela untuk menjadi satu keluarga. Karena untuk menjadi keluarga yang sejati kita harus punya kemurahan, kasih, dan penerimaan yang besar.

Keluarga sejati bisa berkembang secara jumlah. Jika kita bukan keluarga yang sejati, maka gereja hanyalah sebuah klub yang tidak bisa bertahan lama, karena akan menjadi bisnis.
Gereja tidak menjadi bisnis karena gembalanya. Gembala adalah seorang ayah yang menciptakan suatu atmosfir yang memungkinkan kita lahir. Dan gembala menyediakan kesempatan-kesempatan supaya kita bisa menjadi sebuah keluarga. Tapi adalah pilihan jemaat untuk menjadi sebuah keluarga.

Gereja-gereja menjadi bisnis karena orang-orang yang hadir di gereja tidak rela menjadi sebuah keluarga.

Jika jemaat yang hadir di gereja rela menjadi satu keluarga, maka segalanya akan berubah seketika:
  • Kuasa kerajaan datang
  • Kemuliaan Tuhan tampak
  • Kehendak Bapa terjadi

Barulah saat itu kita bisa memohonkan kalimat kedua dari doa “Bapa kami”:

Give us this day our daily bread (Mat 6: 11, KJV)

Jika di awal kita tidak menjadi sebuah keluarga, maka kita tidak bisa berharap nama Tuhan dipermuliakan. Seorang ayah tidak akan dihormati orang lain jika anak-anaknya saling bertengkar.

Kita tidak bisa memuliakan Bapa jika kita bertarung satu-sama lain.

Di saat kita berkata "Bapa kami", artinya kita membuang semua kutuk, kemarahan, dan penghakiman terhadap saudara kita.

Altar call:
Roh Tuhan ingin memulihkan hati bapa kepada anak-anaknya, dan anak-anak kepada bapa-bapanya. Semua ganjalan antara kita dengan saudara-saudara kita akan Tuhan patahkan.


Korespondensi:
antonius_fw@yahoo.com (email, YM dan FB);
@Antonius_FW (tweeter);
pin BB 24D0C381
WhatsApp – 085 727 868 064

No comments:

Post a Comment